Dr. Damsar, MA.1995.Sossiologi Ekonomi,ed.revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hal 119:123
Konsumsi
berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup. Sosiologi
memandang selera sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas
simbolik dari barang, dan tergantung pada persepsi tentang slera dari orang lain. Menurut pandangan
Weber selera merupakan pengikat kelompok dalam in-group. Aktor-aktor
kolektif atau kelompok status berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik.
Kebershasilan dalam kompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli
sumber-sumber budaya, akan meningkatkan prestise dan solidaritas kelompok
dalam(1978).
Selain itu Veblen (1973) memandan
selera sebagai senjata dalam berkompetisi . kompetisi tersebut berlangsung
antar pribadi, antar seorang dengan orang lain. Jika dalam masyarakat
tradisional keperkasaan seorang sangat dihargai sedangkan dalam masyarakat
modern penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu
yang merupakan refleksi dari pemilikan.
Komsumsi dapat
dilihat sebagai pembentu identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang
sumber dengan mana orang mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan
orang lain yang menempati dunia simbolis yang sama.
Menurut Weber
(1978) konsumsi terhadap suatu barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu
dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merukan landasan bagi
penjenjangan dari kelompok status.
Juga
ditegaskan oleh Weber (1978:932), jika situasi kelas ditentukan secara murni
oleh ekonomi sedangkan situasi statsu
ditentukan oleh penghargaan sosial terhadap kehormatan. Misalya pada beberapa
masyarakat pedesaan di Indonesia
memberikan penghargaan sosial yang lebih tinggi pada kelompok status
guru dibandingkan kelompok status pedagang, meskipun secara ekonomi pedagang
mempunyai penghasilan yang lebih tinggi.
Tetapi seperti yang dinyatakan oleh Weber (1978:937), terjadi tumpang
tindih antara kelompok kelas dan status. Hal itu disebabkan kelompok status
tertentu mempunyai peluang yang lebih besar untuk masuk pada prolehan
pendapatan yang lain. Seperti kasus guru di pedesaan, banyak diantara mereka mempunyai
pekerjaan sampingan , menjadi pedagang misalnya. Mereka cenderung lebih
berhasil melakukan aktivitas berdagang dibandingkan pedagang tulen. Karena
masyarakat desa menggap guru sebagai orang jujur dan pendidik masyarakat maka
guru dianggap tidak akan melakukan penipuan seperti mengubah standar timbangan. Konsekuensi
logisnya adalah masyarakat akan cenderung
berbelanja atau menjual hasil panen mereka kepadanya. Keberhasilan ini disebabkan oleh modal budayanya sebagai seorang guru.
(hal 121:122)
Dalam
perkembangan studi tentang gaya hidup menurut Hans Peter Mueller (1998)
terdapat empat pendekatan dalam memahami gaya hidup, yaitu:
1. Pendekatan psikolog perkembangan
Pendekatan
ini berasumsi bahwa tindakan sosial tidak hanya disebabkan oleh teknik, ekonomi
dan politik tetapi juga dikarenakan perubahan nilai. Pendekatan ini melihat
gaya hidup, atas nilai dan kebutuhan yang dimiliki.
2. Pendekatan
kualitatif sosial struktur
Pendekatan
ini mengukur gaya hidup berdasarkan konsumsi yang dilakukan seseorang: sangat
berhasil (visible success), pemeliharaan (maintenance), sedang (high-life),
dan konsumsi rumah tangga (home life). Pendekatan ini menggunakan
sederetan daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai (skala nominal, ordinal,
atau yang lainnya), dengan membuat skala nilai maka pengukuran kuantitatif
dapat dilakukan.
3. Pendekatan
kualitatif dunia kehidupan
Pendekatan
ini memandang gaya hidup sebagai lingkungan pergaulan (miliu). Ia meletakan
seseorang pada miliu yang ditentukan oleh keadaan hidup dan gaya hidup
subyektif yang dimiliki.
4. Pendekatan
kelas
Pendekatan
ini mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa budaya yang diproduksi
bagi kepentingan struktur kelas.
SEKIAN JE YG BISA SAYA BAGI,, SUMBER INSYAALLAH VALID